love in plores!!!

love in plores!!!
kampusQu

Senin, 28 Februari 2011

KLIRING ( KLKP )

KLIRING

PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) didirikan berdasarkan Undang -undang Pasar Modal Indonesia tahun 1995 untuk menyediakan jasa kliring dan penjaminan penyelesaian transaksi bursa yang teratur, wajar dan efisien. KPEI didirikan sebagai perseroan terbatas berdasarkan akta pendirian No. 8 tanggal 5 Agustus 1996 di Jakarta oleh PT Bursa Efek Jakarta dan PT Bursa Efek Surabaya dengan kepemilikan masing-masing 90% dan 10% dari total saham pendiri senilai Rp 15 miliar. KPEI memperoleh status sebagai badan hukum pada tanggal 24 September 1996 dengan pengesahan Menteri Kehakiman Republik Indonesia. Pada tanggal 1 Juni 1998, Perseroan mendapat izin usaha sebagai Lembaga Kliring dan Penjaminan berdasarkan Surat Keputusan Bapepam No. Kep-26/PM/1998.

Pada tahun 2000 dengan diterapkannya Scripless Trading atau perdagangan tanpa warkat, KPEI sebagai Lembaga Kliring dan Penjaminan meluncurkan e-CLEARS® pada Juli 2000.


Ruang lingkup KPE

Ruang lingkup kegiatan kliring

Ruang lingkup kegiatan penjaminan

  • Melaksanakan penjaminan penyelesaian transaksi bursa untuk produk ekuitas dan produk derivatif.
  • Memberikan kepastian dipenuhinya hak dan kewajiban bagi Anggota kliring yang timbul dari transaksi bursa.

Sekilas tentang layanan KPEI

Jasa kliring transaksi bursa

KPEI sebagai mitra pengimbang sentral (central counterparty) dalam kegiatan kliring dan penyelesaian transaksi terhadap lebih dari 120 perusahaan efek yang terdaftar di bursa, berkewajiban untuk menerapkan standard-standard internasional dalam proses otomatisasi proses kliring dan penyelesaian transaksi bursa. Dengan demikian proses kliring, penyelesaian transaksi, dan penjaminan dapat berjalan dengan lebih wajar, teratur, efisien sehingga dapat meminimisasi risiko penyelesaian transaksi bursa baik saham maupun derivatif.

Proses kliring adalah suatu proses penentuan hak dan kewajiban anggota kliring (AK) yang timbul dari transaksi efek yang dilakukannya di bursa efek. Adapun tujuan dari proses kliring tersebut adalah agar masing-masing AK mengetahui hak dan kewajiban baik berupa efek maupun uang yang harus diselesaikan pada tanggal penyelesaian Transaksi Bursa.

Kliring dan penyelesaian transaksi ekuiti

KPEI menggunakan pendekatan netting dengan novasi dalam melakukan kliring transaksi bursa untuk produk ekuiti. Kliring secara netting dengan novasi diterapkan bagi seluruh Transaksi Bursa yang terjadi di setiap segmen pasar, yaitu pasar reguler (RG), pasar segera (SG), dan pasar tunai (TN).

Solusi KPEI untuk menangani proses kliring & penyelesaian transaksi bursa untuk produk ekuiti adalah sistem e-CLEARS (Electronic Clearing & Guarantee System).

Sistem yang berbasis web tersebut dibangun untuk meningkatkan akurasi, kecepatan, dan keamanan proses kliring dan penyelesaian transaksi bursa. Seluruh kegiatan kliring yang meliputi validasi transaksi bursa, netting, novasi, positioning, hingga proses reporting dilakukan melalui sistem e-CLEARS.

Kliring dan penyelesaian transaksi derivatif

Produk derivatif bursa yang proses kliring dan penyelesaian transaksinya ditangani oleh KPEI adalah :

  1. Kontrak Berjangka Indeks Efek/KBIE (KBIE) yang meliputi LQ45 Futures, DOWSX, dan JPFSX yang ditransaksikan di BES.
  2. Kontrak Opsi Saham (KOS) yang ditransaksikan di BEJ.

KPEI melakukan proses kliring secara netting baik untuk instrumen KBIE maupun instrumen KOS.

KPEI membangun sistem "R-Mol & Cash Management" untuk mendukung proses kliring, penjaminan dan penyelesaian transaksi KBIE serta KOS tersebut. Sistem yang memadukan teknologi client-server dan web base tersebut menangani keseluruhan proses kliring, penyelesaian transaksi, administrasi dan pelaporan, hingga risk monitoring transaksi KBIE.

Kliring dan Penyelesaian Transaksi Obigasi

KPEI mendukung perdagangan transaksi obligasi di bursa efek dengan menyediakan jasa kliring dan penyelesaian transaksi obligasi melalui sistem e-BOCS. Seluruh kegiatan; kliring, konfirmasi dan afirmasi penyelesaian transaksi hingga administrasi pajak dilakukan melalui e-BOCS.

KPEI menyediakan jasa penjaminan penyelesaian Transaksi Bursa bagi AK yang bertransaksi di BEJ maupun di BES. Jasa penjaminan adalah jasa untuk memberikan kepastian dipenuhinya hak dan kewajiban AK yang timbul dari transaksi bursa. Dengan kata lain fungsi penjaminan bertujuan memberi kepastian terselenggaranya Transaksi Bursa bagi AK yang sudah memenuhi kewajibannya, kepastian waktu penyelesaian, penurunan frekuensi kegagalan penyelesaian transaksi, dan pada akhirnya meningkatkan kepercayaan investor untuk bertransaksi di pasar modal Indonesia.

Dalam fungsi penjaminan, KPEI bertindak sebagai mitra pengimbang / lawan (counterparty) bagi seluruh AK yang bertransaksi di Bursa. Hal tersebut dimungkinkan dengan kliring secara netting dengan novasi, sehingga masing-masing AK hanya berhubungan dengan KPEI dalam penyelesaian Transaksi Bursanya. Dengan demikian risiko dari masing-masing AK diserap oleh KPEI sehingga tidak menimbulkan gangguan lebih jauh terhadap pasar.

Penjaminan penyelesaian Transaksi Bursa adalah kewajiban KPEI untuk seketika dan langsung mengambil alih tanggung jawab AK yang gagal memenuhi kewajiban yang terkait dengan Transaksi Bursa yang dilakukannya. KPEI wajib menyelesaikan setiap kegagalan AK dalam melakukan transaksi Bursa.

KPEI menjalankan fungsi penjaminan melalui system e-CLEARS, dibantu dengan sistem pendukung lainnya yaitu ARMS (Automated Risk Monitoring System). Sistem ARMS yang diintegrasikan dengan sistem e-CLEARS, membuat keseluruhan proses kliring dan penjaminan dapat berjalan dengan lebih selaras dan tidak bertele-tele sehingga memudahkan AK dalam Penyelesaian transaksi bursa.

Melalui sistem e-CLEARS(r) dan ARMS, KPEI mengendalikan risiko-risiko yang berpotensi mengakibatkan kegagalan Transaksi Bursa. Kegiatan pengendalian risiko tersebut meliputi:

  • Pemantauan profil risiko keanggotaan
  • Pemantauan modal kerja bersih disesuaikan (MKBD)
  • Penilaian dan pemantauan agunan
  • Penentuan dan pemantauan pembatasan perdagangan (Trading Limit)
  • Pengelolaan dana jaminan


LIKUIDITAS BANK CENTURY ( KLKP )

LIKUIDITAS BANK CENTURY

JAKARTA (Berita): Kinerja PT. Bank Century Tbk sampai dengan Maret 2009 telah membaik sehingga PT Bank Century Tbk telah keluar dari beberapa batasan pengawasan khusus Bank Indonesia, setelah melunasi pinjaman Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dari bank sentral senilai Rp600 miliar pada Pebruari 2009.

“Dengan demikian, kini Bank Century diizinkan untuk melakukan rencana ekspansi bisnis dan dikeluarkan dari pembatasan pertumbuhan aset, seperti pemberian kredit dan surat berharga,” kata Direktur Utama Bank Century Maryono.

Dalam siaran pers Bank Century yang diberikan ke Berita Sabtu [02/04], Maryono mengatakan Bank Century diizinkan pula melakukan langkah-langkah strategis lainnya yang diperlukan dalam pengelolaan bisnis, misalnya penjualan aset, peningkatan komitmen dan kewajiban kontinjensi serta lainnya.

Beberapa indikator perbankan juga menunjukkan hasil positif. Likuiditas Bank Century sudah baik, solvabilitas juga tidak ada masalah, rentabilitas terus membaik. “Kita juga telah melakukan reorganisasi, penajaman risk management, mereview atau menerbitkan produk baru serta mengembangkan teknologi informasi,” katanya.

Dengan demikian Bank Century terbukti telah berjalan di jalur yang benar, setelah manajemen menempuh strategi transformasi bisnis.

Perbaikan likuiditas Bank Century tercermin dari giro wajib minimum (GWM) rupiah 5 persen, dan GWM valuta asing di atas 1 persen. Angka itu sudah di atas ketentuan Bank Indonesia. Dana pihak ketiga juga terus meningkat sebesar Rp50 miliar pada Januari 2009, peningkatan pada Pebruari mencapai Rp145 miliar, naik lagi sebesar Rp201 miliar Maret lalu.

Solvabilitas Bank Century telah memenuhi ketentuan, yakni rasio kecukupan modal (CAR) di atas aturan BI (8 persen) setelah Lembaga Penjamin Simpanan menyetorkan penyertaan modal sementara. Indikator rentabilitas ditunjukkan dengan merosotnya kredit bermasalah (NPL) menjadi 10,39 persen pada Maret

Pada tahun 2009 dari 14,8 persen pada Desember 2008. Volume transaksi bank notes rata-rata per bulan mencapai US$ 5 juta, bahkan transaksi ini meraih pendapatan sekitar Rp4 miliar dalam tiga bulan hingga Maret 2009.

Manajemen telah pula membangun sejumlah fasilitas pendukung demi mempercepat penyehatan Bank Century. Misalnya, membangun layanan call center yang dinamakan Century Access; membentuk Tim Penyelamatan Aset dan Aset Manajemen Unit untuk menyelamatkan dan menyelesaikan aset bermasalah, serta melakukan re-launching tabungan CenturyPlan bekerjasama dengan PT Asuransi Sinar Mas.

Semuanya adalah hasil dari fase pertama strategi bisnis dari manajemen Century, yakni fase pembenahan masalah (survival) yang berlangsung Desember 2008-Pebruari 2009. Sekarang bank ini berada pada fase kedua: peletakan dasar bisnis yang sehat, Maret-Nopember 2009. Setelah itu, Januari 2010-Desember 2011 adalah fase ketiga: tumbuh di segmen yang fokus. Manajemen yakin Bank Century akan menjadi bank fokus yang kuat.


Kamis, 17 Februari 2011

Inspirasi Demokrasi Perempuan

Inspirasi Demokrasi Perempuan

SIMPUL - Kita tak perlu minder, dalam persoalan “emansipasi” terutama perempuan, Indonesia terlebih dulu dibandingkan negara-negara eropa. Ratu Sima, adalah salah satunya, ratu yang mampu memimpin rakyat yang dengan budaya patriarki. Kala itu Perancis malah memancung Joan of Arc...

Kita tak perlu minder, dalam persoalan “emansipasi” terutama perempuan, Indonesia terlebih dulu dibandingkan negara-negara eropa. Ratu Sima, adalah salah satunya, ratu yang mampu memimpin rakyat yang dengan budaya patriarki. Kala itu Perancis malah memancung Joan of Arc, yang nota bene pejuang yang membela negaranya dalam perang melawan Inggris. Kita juga punya Ratu Kali Nyamat, pada masa Demak berjaya, dia membela kehormatannya di kalangan laki-laki.

Dia salah satu wanita yang sangat kritis atas pandangan masyarakat yang cenderung terhadap nilai-nilai konservatif, walau belum secara jelas bicara tentang nasionalisme. Kemudian Cut Nyakdin tokoh perempuan dari Aceh yang sampai tua hingga meningal terus berjuang mempertahankan tabah air dari penjajah Belanda. Baru tahun Pada April 1911 terbit sebuah buku di Negara Belanda Door Duisterbis tot Licgh (Habis Gelap Terbitlah Terang). Buku putih dari R.A Kartini seorang wanita kelahiran Kota Rembang Jawa Tengah. Walau usianya tidak sampai setengah abat namun ide-ide dan pemikiran seorang Wanita pertama di Indonesia sangat inspiratif baik bagi kaum wanita sendiri juga kaum pria.

Konsep prinsip keadilan dan semua masyarakat yang setara dan seimbang seperti teory Plato disampaikan juga tercermin dalam surat-surat Kartini. Semua ide dan hasil pemikirannya merupakan kegelisahan melihat posisi wanita ketika itu selalu dinomorduakan. Wanita sama sekali bersentuhan dengan aktivitas yang bersentuhan dengan publik terutama di dalam urusan-urusan pemerintahan.

Membangun bangsa tidak bisa dilakukan hanya oleh seorang laki-laki. Peranan wanita sangat signifikan sekali dalam membangun sumberdaya manusia.

Yang mampu merawan sebuah janin dalam kandungan yang kemudian lahir dan menjadi jabang bayi hanya wanita wang mampu mengurusnya. Letika seorang wanita tidak peduli dengan calon-calon bayi yang ada dikandungnya, akan melahirkan bayi-bayi yang tidak sehat. Maka dengan begitu alan lahir generasi-generasi yang cacat dan lemah baik secara fisik maupun mental. Kalau ini terjadi impian masyarakat Indonesia yang merdeka, damai, mandiri dan sejahtera tidak akan terwujud.


R.A. Kartini merupakan tokoh penting dalam sejarah kelahiran Emansipasi Wanita dalam Negara kita Indonesia, yang kemudian melahirkan istilah kesetaraan gender. Kesetaraan Gender? Meaningly, hal ini bermakna tentang kesetaraan atau persamaan peran antara kaum wanita dan kaum pria dalam berbagai hal. Yang paling menonjol memang dalam hal pekerjaan. Dahulu kala di mana seorang wanita yang kodratnya berada di bawah pria, sangat jarang di antara mereka yang mendapatkan pendidikan tinggi dan perlakuan yang layak. Karena berdasarkan pemikiran kuno, wanita hanya cukup berada di rumah mengurus dapur, merawat dan melayani suami serta putra-putrinya. Sangat tabu bagi wanita untuk lama-lama berada diluar rumah, apalagi menjadi seorang pemimpin. Tapi sekarang, seiring semakin kerasnya genderang keseteraan gender ini, semakin kuat pula pemikiran itu didobrak habis. Di mana para wanita berlomba untuk mendapatkan pengakuan atas kemampuanya di dalam berbagai bidang, di mana para ibu rumah tangga yang menjadikan pekerjaan rumah tangganya sebagai pekerjaan sampingan atas posisi mereka di luar sana. Dan semua itu memang mereka lalui dengan proses yang sama yang bisa diperoleh oleh kaum pria.

Misalnya dengan menempuh pendidikan yang tidak jarang juga cukup berkompeten, atau mungkin dengan pembekalan skill melalui kursus-kursus singkat. Dari situ, kaum wanita mulai merasa memiliki kemampuan yang tidak kalah dengan kaum pria. Mereka pun mulai bersaing tidak hanya dengan kaum wanita lagi, namun mereka telah mulai berani untuk bersaing dengan kaum pria dalam mendapatkan posisi yang sama. Setelah mereka mendapatkan jalan untuk mencapai obsesi mereka, mereka semakin termotivasi untuk medapatkan sesuatu yang lebih, lebih dan lebih. Karirpun mulai menanjak, kodrat pun juga semakin dilupakan. Tak jarang kaum wanita yang teracuni ego ambisiusnya, akan mencoba untuk menghalalkan berbagai cara demi tercapainya obsesi mereka, bahkan bermain-main dengan norma serta prinsip-prinsip spiritualis.

Pada satu sisi, penyetaraan Gender ini memang menguntungkan bagi kaum wanita, di mana mereka memiliki kebebasan untuk meraih cita-citanya, mendapatkan hak untuk diperlakukan sama seperti para kaum pria kebanyakan, serta tidak lagi terkungkung oleh pemikiran-pemikiran kuno yang kodrati. Mereka mulai bebas dan berani dalam mengutarakan pendapat serta mulai menentukan sendiri kemauan atau apapun yang ingin mereka dapatkan. Sehingga kaum wanita mulai naik dan terlihat dipermukaan, mulai merambah pada status kepemimpinan dalam berbagai aspek. Misalnya, mulai dari jabatan sebagai ketua lembaga atau organisasi hingga menjabat sebagai pemimpin negara atau Presiden. Sudah terbukti bahwa perjuangan para pejuang wanita kita benar-benar berhasil dan tidak main-main. Dan patutlah kaum wanita berbangga hati atas apa yang sudah diraihnya. Akan tetapi, penting juga bagi kaum wanita untuk tetap tidak melupakan posisinya, sebagai “tiang” keluarga, sebagai manajer dalam rumah tangganya. Alangkah lebih mulianya apabila wanita-wanita mampu menyeimbangkan fungsinya, fungsi di dalam rumah maupun fungsi di luar rumahnya.


Akan tetapi, pada sisi yang lain, Penyetaraan Gender ini juga mampu menjadi cambuk bagi kaum wanita. Pasalnya, ketika si wanita yang sudah asyik dengan prestasinya., asyik dengan pekerjaannya, merasa dirinya berada di atas sang suami, entah jabatan atau mungkin penghasilan. Kemudian mereka mulai merasa mampu untuk membiayai apapun dengan uangnya, mereka lupa akan keberadaan sang suami yang pada dasarnya berkewajiban unuk membiayai semua kebutuhan keluarganya. Lalu apa yang terjadi? Sang suami mulai tidak dihargai lagi, pertengkaran demi pertengkaran pun mulai dikumandangkan. Sampai pada satu titik kejenuhan yang merujuk pada percerain. Atau mungkin tidak terjadi perceraian, akan tetapi eksploitasi pada kaum wanita malah terjadi di dalam rumahnya sendiri. Dimana sang istri bekerja membanting tulang, sedangkan sang suami hanya berada dirumah dan bersenag-senang dengan keringat sang istri.

Lalu siapa yang patut untuk disalahkan. Kaum wanita?, kaum pria? Atau bahkan penyetaraan Gender ini? Tentu bukan! Tidak ada yang perlu untuk disalahkan, hanya perbaikan dan instropeksi diri yang perlu dilakukan. Perbaikan dalam komunikasi diantara keduanya, perbaikan dalam memantapkan komitmen diantara kedunya, serta kesadaran akan posisi dan kapasitas masing-masing.

Tidak ada salahnya untuk kita mencerna serta memahami ulang makna “Kesetaraan Gender”, khususnya untuk kaum wanita. Di mana mereka menata karirnya, maka di situ pula mereka juga tetap mendahulukan kapasitasnya untuk tetap menjaga rumah tangganya, serta mengkomunikasikan segala sesuatunya dengan keluarga. Sehingga diharapkan untuk tidak terjadi lagi konflik-konflik keluarga yang begitu dramatis. Walau fenomena-fenomena konflik keluarga, seperti perceraian, kekerasan hingga eksploitasi wanita sampai sampai sakarang dan mungkin nanti akan terus ada. Tapi kekuatan ruh RA Kartini dan para kaum pejuang wanita di nusantara ini harus tetap ada berjuangan membangun bangsa ke depan dengan dasar nilai-nilai demokrasi yang berkeadilan dan sejajar antara wanita dan laki-laki.

SMK, JEMBATAN SEKOLAH DAN DUNIA KERJA (opini) 1

Dalam rangka untuk mengembangkan dunia kerja yang modern, yang sesui dengan kebutuhan global yang semakin kompleks dan menuntut kemajuan dlm berbagai bidang, termasuk jembatan sekolah dan dunia kerja. Pelaksanaannya harus memahami bahwa kunci keberhsilan banyak ditentukan oleh persiapan yang matang, mempunyai kualitas input, terjadinya suatu proses output yang sempurna.

Sudah hampir satu dasawarsa memasuki abad ke-21, bangsa Indonesia masih menghadapi berbagai hambatan dan kesulitan untuk menyusun dan merumuskan konsep kebijakan dan strategi yang solid dalam upaya mencerdaskan dan menyejahterakan warganya. Masih buruknya mutu pendidikan pada hampir semua jenis dan tingkatan pendidikan semakin menegaskan sinyalemen di muka. Semakin meningkatnya angka pengangguran anak-anak usia produktif yang diakibatkan dari rendahnya kemampuan dasar, keterampilan, dan keahlian menjadi cermin nyata bahwa bangsa ini masih menghadapi persoalan besar dalam bidang pendidikan.

Di lain pihak, kita selalu disuguhkan dengan berbagai prestasi beberapa siswa (few geniuses) pada berbagai perlombaan tingkat nasional dan internasional. Dari sejumlah prestasi itu, sayangnya pemerintah masih belum berhasil mengimbaskannya kepada siswa-siswa lain, baik secara masif maupun sistemis. Dengan bahasa lain, dapat dikatakan hasil yang diperoleh beberapa siswa dari mengikuti berbagai ajang perlombaan bergengsi dan dengan biaya yang sangat mahal itu ternyata belum mampu membawa perubahan terhadap capaian belajar siswa (student attainment) secara umum. Seharusnya partisipasi dalam perlombaan itu dapat dijadikan bagian dari upaya pemerintah untuk membangun sistem pendidikan yang lebih bermutu dan berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Pemerintah belum mampu menjadikan capaian pada berbagai ajang lomba itu untuk membangun dan meningkatkan motivasi belajar, menanamkan semangat dan daya juang (risk-taking) serta ketekunan (resilience) di kalangan siswa lainnya, sebaliknya pemerintah hanya berhenti pada kepuasan sesaat.

Harus diakui sistem pendidikan yang dibangun sejauh ini belum banyak berperan dalam membantu menyelesaikan persoalan bangsa. Secara umum, lulusan pendidikan menengah masih belum dibekali dengan kemampuan dan keterampilan yang memadai untuk dapat masuk pasar kerja (workplace), yang kondisinya sudah semakin terintegrasi dengan pasar global sehingga sangat kompetitif. Karena itu, upaya Depdiknas untuk kembali menggalakkan program pendidikan linking school and work melalui konsolidasi, intensifikasi, diversifikasi, dan ekspansi program pendidikan keterampilan (vocational skills) pada jenjang pendidikan menengah (SMK) patut untuk diapresiasi dan didukung. Namun, dukungan yang diberikan harus dalam semangat untuk menumbuhkan kemandirian, tanggung jawab, kejujuran, dan memperkuat kemampuan dasar serta keterampilan teknis pada siswa sehingga mereka mampu menjawab tuntutan dunia kerja modern.

Kondisi SMK

Depdiknas dalam dua tahun terakhir melakukan conditioning guna meyakinkan masyarakat terutama siswa lulusan SMP agar lebih berminat memilih pendidikan kejuruan dalam menempuh karier pendidikan lebih lanjut. Upaya pemerintah memasang iklan layanan masyarakat di beberapa media cetak dan elektronik itu cukup baik, tapi dinilai masih terkesan responsif dan kagetan (hiccup) sebab kebijakan itu belum didukung kajian komprehensif dan mendalam yang melibatkan sejumlah departemen dan institusi terkait. Sebut saja tak pernah dijelaskan di mana posisi departemen tenaga kerja, industri, pertanian, pariwisata, lembaga pendidikan tinggi, dan lembaga profesional lainnya dalam pengembangan sekolah menengah kejuruan tersebut.

Pada akhir 1980, PTN pernah mensyaratkan siswa lulusan sekolah kejuruan harus memiliki nilai rata-rata 7,0 untuk dapat mendaftar dan mengikuti ujian masuk perguruan tinggi negeri. PTN harus menetapkan persyaratan yang berbeda dengan siswa lulusan sekolah menengah umum (SMA) untuk menunjukkan bahwa peluang keberhasilan siswa lulusan kejuruan pada ujian masuk PTN sangat kecil apabila nilainya lebih rendah daripada yang dipersyaratkan (7,0). Informasi lain yang mungkin perlu juga diperhatikan, dalam suatu seminar yang diselenggarakan Pusat Pengujian Balitbang Diknas pada akhir 1980, sejauh penulis masih dapat ingat, pernah diungkapkan masa tunggu lulusan SMK sebelum mendapatkan pekerjaan sedikit lebih panjang jika dibandingkan dengan lulusan SMA. Selanjutnya, dalam pekerjaan ternyata kemampuan belajar dan memahami instruksi siswa lulusan SMA lebih cepat jika dibandingkan dengan siswa lulusan SMK meskipun siswa lulusan SMK pada umumnya lebih baik dalam bidang keterampilan dan kemampuan teknis tertentu. Informasi itu tentunya perlu diuji ulang (diteliti kembali) mengingat perkembangan dan perubahan serta kemajuan manajemen pembelajaran SMK selama ini yang tentunya sudah banyak berubah dan meningkat lebih baik. Menurut Asram Jr pemuda lulusan SMK swasta, Banyak lulusan SMK saat ini masih mengalami kesulitan dan frustrasi untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan bidang keahlian mereka. Pandangan yang menyebutkan usia mereka masih terlalu muda (immature) ditambah dengan bekal pengetahuan dan keterampilan yang belum memadai (inadequate knowledge and skills) sering menjadi kendala utama siswa lulusan SMK mendapatkan pekerjaan yang layak dan dapat mendukung karier dan kehidupan ke depan (future career path). Akibatnya, banyak lulusan kejuruan hanya mampu mendapatkan pekerjaan musiman dan tanpa kepastian kehidupan ekonomi (financial insecurity), jaminan sosial, dan kesehatan. Akibat selanjutnya, mereka akan kesulitan untuk berperan sebagai pribadi dewasa (responsible adults) yang mampu membangun dan membina kehidupan rumah tangga dan melakukan kewajiban kewarganegaraannya (civic duty) dengan naik.

Untuk mengatasi persoalan itu, Depdiknas seharusnya mulai melakukan berbagai kajian konsepsional dan empirik sehingga arah pengembangan (roadmap) sekolah kejuruan ke depan dapat menjadi lebih jelas dan terukur. Depdiknas seharusnya mengkaji dan merumuskan kembali kebijakan yang berkenaan dengan visi, misi, dan tujuan sekolah kejuruan, mengidentifikasi dengan tepat berbagai keterampilan (vocational and thinking skills) yang sangat dibutuhkan dunia industri dan jasa pada abad ke-21 sekarang ini, revisited kurikulum dan implementasinya di lapangan guna menyesuaikan dengan tuntutan dan perkembangan teori pembelajaran terkini. Selanjutnya, Depdiknas dapat lebih dahulu meneliti kecenderungan dan perkembangan industri nasional dan global termasuk benchmarking yang digunakan dan dapat membangun kemitraan strategis dengan sejumlah perusahaan dan lembaga profesi yang sesuai dengan kebutuhan. Kegiatan mendasar baik berupa assessment, appraisal, ataupun feasibility studies tersebut mutlak diperlukan sebelum sebuah kebijakan dilaksanakan secara nasional.

Pembangunan sekolah kejuruan haruslah diarahkan pada kebutuhan kekinian. Dunia saat ini dilanda krisis pangan dan energi. Krisis itu dipandang akan berlangsung lama dan menyerang semua negara, baik kaya maupun miskin. Sebagai negara agraris dengan kekayaan alam yang melimpah, bangsa ini diharapkan dapat menyejahterakan rakyatnya dan menyumbang untuk kemakmuran masyarakat dunia. Untuk mewujudkan keinginan mulia di muka, Depdiknas harus cerdas dan cermat dalam menentukan pilihan pendidikan keterampilan yang akan ditawarkan. Setiap bidang keahlian yang dipilih haruslah diarahkan dalam rangka menyiapkan individu siswa untuk dapat menjawab persoalan kekinian, memahami relevansi dan keterkaitannya dengan bidang lainnya, serta menyiapkan mereka dalam menghadapi arus perubahan yang begitu cepat dalam bidang ekonomi, teknologi, politik, dan sosial-budaya.

Seluruh program pendidikan kejuruan yang dikembangkan hendaknya didasarkan pada upaya menyiapkan peserta didik agar mampu menjawab kebutuhan kekinian (immediate needs) terutama dalam bidang pertanian/pangan, kelautan, kehutanan, energi, dan pertambangan. Selanjutnya, program pendidikan kejuruan hendaknya juga dapat mendukung pembangunan bidang transportasi, manufaktur, jasa perhotelan, travel, restoran, kesehatan, asuransi, mikroekonomi, dan perbankan. Sementara itu, ICT, animasi, dan desain grafis juga layak untuk mendapat prioritas mengingat semakin pesatnya kemajuan dan pertumbuhan industri dalam bidang tersebut.

Pilihan program bisa sangat luas dan beragam. Karena itu, Depdiknas harus dapat melihat dan menilai kemampuan daerah, khususnya dalam menyediakan sarana belajar yang memadai, sumber daya kependidikan yang andal, dan prospek penyediaan lapangan pekerjaan baru bagi siswa lulusan sekolah kejuruan. Desain program hendaknya dapat disesuaikan dengan arah dan perkembangan pembangunan wilayah. Kehadiran SMK hendaknya dapat memberi nilai tambah ekonomi dan dapat mendukung pembangunan wilayah tersebut. Dengan tersedianya sumber kehidupan berupa lapangan pekerjaan yang baik, program itu diharapkan akan dapat meminimalkan arus migrasi dan urbanisasi angkatan kerja usia muda.

Demikian yang dapat saya paparkan mengenai SMK, JEMBATAN SEKOLAH DAN DUNIA KERJA yang menjadi pokok pembahasan dalam opini ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, saya banyak berharap para pembaca yang budiman memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya opini ini dan mempunyai kesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga opini ini berguna bagi penulis sebagai tugas yang harus diselesaikan, dan khususnya juga para pembaca pada umumnya.