love in plores!!!

love in plores!!!
kampusQu

Selasa, 13 Desember 2011

perusahaan yang melanggar etika bisnis (Langgar Hak Paten, Ericsson Gugat Samsung)

BAB I

1.1Latar Belakang

Akhir-akhir ini makin banyak dibicarakan perlunya pengaturan tentang perilaku bisnis terutama menjelang mekanisme pasar bebas. Dalam mekanisme pasar bebas diberi kebebasan luas kepada pelaku bisnis untuk melakukan kegiatan dan mengembangkan diri dalam pembangunan ekonomi. Disini pula pelaku bisnis dibiarkan bersaing untuk berkembang mengikuti mekanisme pasar.
Tumbuhnya perusahaan-perusahaan besar berupa grup-grup bisnis raksasa yang memproduksi barang dan jasa melalui anak-anak perusahaannya yang menguasai pangsa pasar yang secara luas menimbulkan kekhawatiran bagi masyarakat banyak, khususnya pengusaha menengah ke bawah. Kekhawatiran tersebut menimbulkan kecurigaan telah terjadinya suatu perbuatan tidak wajar dalam pengelolaan bisnis mereka dan berdampak sangat merugikan perusahaan lain.
Dalam persaingan antar perusahaan terutama perusahaan besar dalam memperoleh keuntungan sering kali terjadi pelanggaran etika berbisnis, bahkan melanggar peraturan yang berlaku. Demikian pula sering terjadi perbuatan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan pihak birokrat dalam mendukung usaha bisnis pengusaha besar atau pengusaha keluarga pejabat.
Peluang-peluang yang diberikan pemerintah pada masa orde baru telah memberi kesempatan pada usaha-usaha tertentu untuk melakukan penguasaan pangsa pasar secara tidak wajar. Keadaan tersebut didukung oleh orientasi bisnis yang tidak hanya pada produk dan kosumen tetapi lebih menekankan pada persaingan sehingga etika bisnis tidak lagi diperhatikan dan akhirnya telah menjadi praktek monopoli, persengkongkolan dan sebagainya.
Akhir-akhir ini pelanggaran etika bisnis dan persaingan tidak sehat dalam upaya penguasaan pangsa pasar terasa semakin memberatkan para pengusaha menengah kebawah yang kurang memiliki kemampuan bersaing karena perusahaan besar telah mulai merambah untuk menguasai bisnis dari hulu ke hilir.
Dengan lahirnya UU No.5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat diharapkan dapat mengurangi terjadinya pelanggaran etika bisnis.


BAB II

2.1 Landasan Teori
Etika bisnis merupakan etika yang berlaku dalam kelompok para pelaku bisnis dan semua pihak yang terkait dengan eksistensi korporasi termasuk dengan para kompetitor. Etika itu sendiri merupakan dasar moral, yaitu nilai-nilai mengenai apa yang baik dan buruk serta berhubungan dengan hak dan kewajiban moral.
Dalam etika bisnis berlaku prinsip-prinsip yang seharusnya dipatuhi oleh para pelaku bisnis. Prinsip dimaksud adalah :
1.Prinsip Otonomi, yaitu kemampuan mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadaran tentang apa yang baik untuk dilakukan dan bertanggung jawab secara moral atas keputusan yang diambil.
2.Prinsip Kejujuran, bisnis tidak akan bertahan lama apabila tidak berlandaskan kejujuran karena kejujuran merupakan kunci keberhasilan suatu bisnis (missal, kejujuran dalam pelaksanaan kontrak, kejujuran terhadap konsumen, kejujuran dalam hubungan kerja dan lain-lain).
3.Prinsip Keadilan, bahwa tiap orang dalam berbisnis harus mendapat perlakuan yang sesuai dengan haknya masing-masing, artinya tidak ada yang boleh dirugikan haknya.
4.Prinsip Saling Mengutungkan, agar semua pihak berusaha untuk saling menguntungkan, demikian pula untuk berbisnis yang kompetitif.
5.Prinsip Integritas Moral, prinsip ini merupakan dasar dalam berbisnis dimana para pelaku bisnis dalam menjalankan usaha bisnis mereka harus menjaga nama baik perusahaan agar tetap dipercaya dan merupakan perusahaan terbaik.
Penerapan etika bisnis sangat penting terutama dalam menghadapi era pasar bebas dimana perusahaan-perusahaan harus dapat bersaing berhadapan dengan kekuatan perusahaan asing. Perusahaan asing ini biasanya memiliki kekuatan yang lebih terutama mengenai bidang SDM, Manajemen, Modal dan Teknologi.
Ada mitos bahwa bisnis dan moral tidak ada hubungan. Bisnis tidak dapat dinilai dengan nilai etika karena kegiatan pelaku bisnis, adalah melakukan sebaik mungkin kegiatan untuk memperoleh keuntungan. Sehingga yang menjadi pusat pemikiran mereka adalah bagaimana memproduksi, memasarkan atau membeli barang dengan memperoleh keuntungan sebesar-besarnya. Perilaku bisnis sebagai suatu bentuk persaingan akan berusaha dengan berbagai bentuk cara dan pemanfaatan peluang untuk memperoleh keuntungan.
Apa yang diungkapkan diatas adalah tidak benar karena dalam bisnis yang dipertaruhkan bukan hanya uang dan barang saja melainkan juga diri dan nama baik perusahaan serta nasib masyarakat sebagai konsumen. Perilaku bisnis berdasarkan etika perlu diterapkan meskipun tidak menjamin berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan, akan tetapi setidaknya akan menjadi rambu-rambu pengaman apabila terjadi pelanggaran etika yang menyebabkan timbulnya kerugian bagi pihak lain.
Masalah pelanggaran etika sering muncul antara lain seperti, dalam hal mendapatkan ide usaha, memperoleh modal, melaksanakan proses produksi, pemasaran produk, pembayaran pajak, pembagian keuntungan, penetapan mutu, penentuan harga, pembajakan tenaga professional, blow-up proposal proyek, penguasaan pangsa pasar dalam satu tangan, persengkokolan, mengumumkan propektis yang tidak benar, penekanan upah buruh dibawah standar, insider traiding dan sebagainya. Ketidaketisan perilaku berbisnis dapat dilihat hasilnya, apabila merusak atau merugikan pihak lain. Biasanya factor keuntungan merupakan hal yang mendorong terjadinya perilaku tidak etis dalam berbisnis.
Suatu perusahaan akan berhasil bukan hanya berlandaskan moral dan manajemen yang baik saja, tetapi juga harus memiliki etika bisnis yang baik. Perusahaan harus mampu melayani kepentingan berbagai pihak yang terkait. Ia harus dapat mempertahankan mutu serta dapat memenuhi permintaan pasar yang sesuai dengan apa yang dianggap baik dan diterima masyarakat. Dalam proses bebas dimana terdapat barang dan jasa yang ditawarkan secara kompetitif akan banyak pilihan bagi konsumen, sehingga apabila perusahaan kurang berhati-hati akan kehilangan konsumennya.
Perilaku tidak etis dalam kegiatan bisnis sering juga terjadi karena peluang-peluang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang kemudian disahkan dan disalah gunakan dalam penerapannya dan kemudian dipakai sebagai dasar untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang melanggar etika bisnis.

2.2Contoh Kasus
Jakarta - Raksasa perangkat jaringan mobile Ericsson melayangkan gugatan terhadap pembuat ponsel Samsung Electronics. Gugatan ini diajukan karena Samsung dituduh telah melanggar hak paten. "Kami sudah melayangkan gugatan hukum kepada Samsung terkait pelanggaran hak paten di Amerika Serikat, Inggris, Jerman dan Belanda," kata Ase Lindskog, juru bicara Ericsson. Menurut Lindskog, pihaknya telah melakukan negosiasi besar dengan Samsung terkait pembaharuan lisensi. "Kesepakatan mereka dengan kami telah berakhir sejak 31 Desember tahun lalu," ujarnya lagi. Masalahnya, Samsung masih memakai paten ponsel yang tidak berlisensi lagi. Ketika dikonfirmasi, juru bicara Samsung di Seoul masih enggan mengomentari masalah ini. Entah iri atau ingin menjatuhkan rival, yang jelas kasus pelanggaran paten dan perlawanan legal lainnya sudah sering bahkan biasa terjadi di sektor teknologi. Bisa jadi karena perusahaan telah menghabiskan banyak dana untuk penelitian dan pengembangan (R&D). Selain Samsung, Ericsson juga pernah menggugat Qualcomm. Tahun lalu Ericsson pernah mengadu ke Uni Eropa karena Qualcomm dituduh telah 'mencekik' kompetisi di pasar chip ponsel. Kembali ke gugatan terhadap Samsung. Lindskog mengatakan beberapa paten teknologi yang digugat Ericsson kepada Samsung adalah GSM (Global System for Mobile Communications), GPRS (General Packet Radio Service) dan EDGE (Enhanced Data rates for GSM Evolution). "Ini adalah tindakan yang patut disayangkan, tetapi kami harus melindungi para pemegang saham dan investor kami karena kami sudah menginvestasikan banyak dana di R&D selama bertahun-tahun," kata Lindskog. Demikian dilansir detikINET dari Reut

BAB III

3.1Kesimpulan
Samsung dituduh telah melanggar hak paten. Ericsson sudah melayangkan gugatan hukum kepada samsung terkait pelanggaran hak paten di Amerika Serikat, Inggris, Jerman dan Belanda.

3.2Saran
Dilarang melanggar atau menggunakan hak paten suatu merk dari perusahaan lain untuk kepentingan pribadi atau kepentingan perusahaan sendiri.

Rabu, 19 Oktober 2011

POLA NAFKAH LOKAL ACUAN MENGKAJI KEMISKINAN DI ERA OTONOMI DAERAH: KASUS PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR

1. Gambaran Umum

Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) terletak pada 8° - 12° Lintang Selatan dan 118° - 125° Bujur Timur. Secara geografis, NTT terletak di belahan paling Selatan Indonesia. Di bagian barat berbatasan dengan Propinsi Nusa Tenggara Barat, di sebelah utara berbatasan dengan Selat Makasar, di timur berbatasan dengan Propinsi Makuku dan Negara Timor Lorosae serta di selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia.

Propinsi ini terdiri atas 566 pulau, dimana 246 pulau mempunyai nama dan 320 pulau lainnya belum mempunyai nama, sementara hanya 42 pulau yang berpenghuni dan selebihnya hanya merupakan tempat persinggahan nelayan. Pulau-pulau besarnya antara lain: Pulau Sumba, Sabu, Rote, Ndao, Timor (bagian barat), Flores, Andonara dan pulau-pulau lain di Kepulauan Alor. Luas daratan di propinsi ini 47.349,9 Km² dan luas lautan ± 200.000 Km². Dengan demikian, propinsi ini sebenarnya merupakan daerah kepulauan.

Secara administratif, Propinsi Nusa Tenggara Timur terbagai atas 14 daerah tingkat II, yaitu: Kabupaten Manggarai, Ngada, Ende, Sikka, Flores Timur, Lembata, Alor, Belu, Timor Tengah Utara, Timor Tengah Selatan, Kupang, Rote-Ndao, Sumba Timur dan Sumba Barat.

Jumlah penduduk di propinsi (tahun 1999) sebesar 3.706.536 jiwa sehingga kepadatan penduduknya relatif jarang yaitu sebesar 8.28 per km². Persebaran penduduk antar kabupatennya, dapat dikatakan tidak seimbang. Kabupaten Sumba Timur mempunyai kepadatan penduduk paling rendah dibanding wilayah lain yaitu 26 jiwa per km². Sebaliknya, Kabupaten Kupang dan Kabupaten Sikka memiliki kepadatan yang relatif tinggi yaitu 1.379 jiwa per km² dan 148 jiwa per km². Sedangkan kepadatan di kabupaten-kabupaten lain berkisar antara 54-115 jiwa per km².

Salah satu ciri khas di Propinsi Nusa Tenggara Timur adalah keanekaragaman etnis, ada lebih dari 20 ethno-linguistic groups yang tidak memiliki tradisi kebersamaan yang kokoh. Hal ini menyebabkan adanya keterpisahan secara kultural. Keterpisahan ini juga dipengaruhi oleh adanya pembatas-pembatas topografi perbukitan dan pegunungan, serta kondisi kepulauan.

Struktur ekonomi Propinsi Nusa Tenggara Timur tahun 2000 bersandar pada sektor pertanian dan jasa pemerintahan. Ini terlihat dari sumbangan setiap sektor terhadap PDRB. Sektor pertanian memberi sumbangan sebesar 37,69 %, yang kemudian diikuti dengan sektor jasa pemerintah sebesar 20,25 %, sektor perdagangan sebesar 14,20 %, sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 10,76 %, sektor bangunan dan kontruksi sebesar 6,5 %. sedangkan sektor yang lain sumbangannya kurang dari 5%.

Dari data penggunaan lahan, penggunaan lahan untuk ladang/kebun/tegal, padang rumput dan lahan yang tidak diusahakan, sangat dominan. Hal ini mencerminkan budaya nafkah mereka yang mengandalkan usaha tani ladang dan peternakan, sebagai sumber nafkah utamanya. Berdasarkan penggunaan lahannya, Kabupaten Kupang merupakan Kabupaten yang paling mirip dengan gambaran Propinsi NTT sehingga dipilih sebagai salah satu kabupaten Kasus.

Sebaliknya, Kota Kupang merupakan salah satu daerah yang paling berbeda dengan gambaran propinsi. Penggunaan lahan di Kota Kupang, justru didominasi oleh pemukiman dan bangunan untuk usaha. Hal ini dapat dimaklumi karena Kota Kupang merupakan pusat aktivitas pemerintahan dan aktivitas ekonomi bagi propinsi NTT. Agar dapat melihat keterkaitan (linkage) antara Kota Kupang dengan kabupaten lainnya (hitterland) maka kota Kupang dipilih sebagai daerah kasus.

2. Ekosistem

Sebagai propinsi yang terletak di sebelah selatan garis katulistiwa, tepatnya di 8o – 12o Lintang Selatan dan 118o – 125o Bujur Timur, propinsi ini memiliki iklim yang sangat tipikal. Iklim di propinsi ini dicirikan oleh musim penghujan yang relatif pendek (3-4 bulan dalam setahun), dengan rata-rata curah hujan berkisar 800 – 3000 mm per tahun serta panjang hari hujan rata-rata 100 hari per tahun (BPS Propinsi NTT, 0000). Suhu minimum dan maksimum berkisar antara 23o – 34o Celcius. Iklim semacam ini menyebabkan propinsi ini cenderung tergolong dalam iklim semi-arid (lahan kering).

Kondisi iklim di atas, ditambah lagi dengan kondisi topografi yang kurang menguntungkan pula. Di semua pulau, topografinya dominan berbukit-bukit dan bergunung-gunung. Lahan yang relatif datar umumnya memanjang sepanjang pantai atau diapit oleh dataran tinggi atau perbukitan. Lahan yang memiliki kemiringan di atas 40 % mencapai 35,07 % dari luas seluruh daratan. Begitu pula dengan lahan yang memiliki kemiringan 15-40 % mencapai 35,46 %. Dengan demikian, lahan yang relatif datar (kemiringan kurang dari 15 %) hanya sebesar 29,47 % dari luas seluruh daratannya (Pemda Propinsi Nusa Tenggara Timur, 0000).

Jenis tanah di Propinsi NTT meliputi jenis tanah meditarania seluas 1.110.807 ha(23,45 %); Listosol seluas 1.903.184 (40,19 %); Alufial seluas 136.250 ha (2,46 %); Grumusol seluas 136.750 ha (2,88%) dan Regosol seluas 64.250 ha (1,36 %).

Kedalaman tanah (top soil) propinsi ini relatif tipis. Kedalaman tanah yang kurang dari 30 cm mencapai luas 1.938.403 ha (40,49 %), kedalaman 31-60 cm seluas 1.186.801 ha (25,06 %), kedalaman 61-90 cm seluas 199.707 ha (10,55 %) dan yang lebih dari 90 cm hanya seluas 995.489 ha (21,03 %). Dari kedalaman tanah ini terlihat bahwa Propinsi Nusa Tenggara Timur didominasi oleh lahan yang memiliki kedalaman tanah di bawah 60 cm (65,55 %). Kendalaman tanah yang tipis ini disebabkan oleh berbagai faktor seperti struktur batuan induk berupa koral dan tanah yang terbuka karena vegetasi penutup yang sedikit sehingga rentan terhadap erosi.

Kondisi iklim, topografi dan tanah ini menyebabkan vegetasi yang dapat tumbuh di Propinsi Nusa Tenggara Timur relatif terbatas yang akhirnya memunculkan ekosistem yang unik yang serupa dengan ekosistem di lingkungan semi-arid atau ekosistem lahan kering. Kondisi ekosistem ini pula yang menyebabkan propinsi NTT memiliki budaya nafkah yang unik, sebagai bentuk adaptasi penduduknya terhadap lingkungan fisik yang cenderung memberikan pembatas bagi usaha-usaha pertaniannya.

Ekosistem Kabupaten Kupang dan Kota Kupang, yang terletak di Pulau Timor Bagian Barat, dapat dikatakan sama dengan ekosistem Propinsi Nusa Tenggara Timur. Kondisi kedua daerah yang saling berbatasan ini, dapat dikatakan merupakan cermin dari ekosistem di Propinsi Nusa Tenggara Timur.

3. Budaya Nafkah

Bila pola penggunaan lahan dianggap sebagai salah satu cerminan budaya nafkah maka budaya nafkah yang dominan di Propinsi Nusa Tenggara Timur adalah budaya tani ladang dan ternak gembala. Hal ini terlihat dari dominannya luas lahan di Propinsi Nusa Tenggara Timur di tahun 2000 (BPS Propinsi NTT, 2001) yang diperuntukkan kebun/ladang/huma (21,30 %) dan penggembalaan ternak (22,70 %). Luasnya lahan untuk ladang dan penggembalaan ini diikuti dengan luasnya lahan yang tidak diusahakan (25,30 %) dan lahan hutan rakyat (12,60 %).

Penggunaan lahan di Kabupaten Kupang tidak berbeda jauh dengan pola penggunaan lahan di Propinsi Nusa Tenggara Timur. Pada tahun 2001, luas lahan yang diperuntukkan kebun/ladang/huma mencapai 91.351 ha atau 12,73 % dan penggembalaan ternak mencapai 116.465 ha atau 16,22 % (BPS Kabuaten Kupang. 2002). Luasnya lahan untuk ladang dan penggembalaan ini diikuti dengan luasnya lahan yang tidak diusahakan (133.677 ha atau 18,62 %) dan lahan hutan rakyat (54.245 ha atau 7.56 %). Dengan demikian luas ke empat jenis penggunaan lahan tersebut mencapai 395.738 ha atau 55,15 % dari seluruh luas Kabupaten Kupang.

Pola penggunaan lahan di Propinsi Nusa Tenggara Timur dan Kabupaten Kupang mencerminkan pola budaya nafkah agro-pastoral. Dalam budaya nafkah agro-pastoral, umumnya mereka menyandarkan sumber nafkahnya pada aktivitas ladang/kebun dan beternak. Salah satu ciri budaya nafkah di Propinsi Nusa Tenggara Timur dan Kabupaten Kupang adalah aktivitas pertanian ladang/kebun umumnya tidak berorientasi pada pasar melainkan berorientasi untuk pemenuhan konsumsi keluarga sehari-hari (subsisten). Sementara investasi mereka diwujudkan dalam bentuk usaha peternakan (ekstensif dengan cara penggembalaan).

Bagi sebagian besar penduduk di Propinsi Nusa Tenggara Timur dan Kabupaten Kupang, ternak merupakan salah satu bentuk investasi sosial. Kepemilikan ternak (terutama ternak sapi dan kuda) mencerminkan status sosial suatu keluarga. Ternak tersebut umumnya digunakan sebagai mas kawin (belis menurut istilah setempat) dan upacara-upacara adat lainnya. Karena ternak sapi dan kuda memiliki nilai sosial yang tinggi maka umumnya jarang dijual untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari (kecuali untuk kebutuhan sehari-hari yang sangat mendesak). Di beberapa tempat seperti di Kabupaten Manggarai, mereka masih menggunakan ternak kerbau sebagi belis.

Bila diperhatikan lebih dalam pola sumber-nafkah agro-pastoral dapat dikatakan merupakan salah satu cara mereka menjamin ketersediaan pangan secara berlapis-lapis (food secutiry) untuk menghadapi kondisi lingkungan fisik yang kurang bersahabat bagi usaha-usaha pertanian. Dengan pola sumber nafkah semacam ini mereka memiliki tiga penyangga ketersediaan pangan yaitu:

  1. Penyanggah pertama adalah usaha tani ladang (jagung, ketela pohon dan kacang-kacangan). Produksi usaha tani ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari (pada dasarnya pola hidup mereka berorientasi pada kebutuhan hidup sehari-hari dan tidak berorientasi pada pasar).

  2. Bila penyangga pertama runtuh (misal karena ada panceklik) maka mereka masih memiliki penyangga kedua yaitu ternak besar (terutama sapi, kerbau dan kuda). Mereka masih mampu menjual ternaknya untuk memperoleh kebutuhan pangan.

  3. Bila penyanggah kedua ini tidak berhasil maka mereka masih memiliki peyanggah ketiga, yaitu tanaman pangan yang tersedia di hutan (non budidaya–liar) seperti: ubi hutan – berbentuk bulat sebesar kelereng dan bewarna hitam, talas lias, dan lain-lain.

Bentuk ketahanan pangan yang berlapis-lapis ini disadari manfaatnya oleh pemerintah daerah setempat. Kesadaran ini tercermin sejak era pemerintahan Gubernur Ben Mboy (sejak 1984). Bahkan sejak Gubernur Ben Boy, pemerintah daerah memiliki ambisi untuk menambah penyangga pangan berupa kerajinan rakyat. Dengan kerajinan rakyat ini diharapkan dapat menjadi salah satu penyangga pangan tambahan bagi penduduk di Propinsi Nusa Tenggara Timur.

Dibandingkan dengan Propinsi Nusa Tenggara Timur dan Kabupaten Kupang, pola penggunaan lahan di Kota Kupang terlihat berbeda. Penggunaan lahan di kota ini pada tahun 2000 (BPS Kota Kupang, 2001), didominasi untuk perumahan, lahan pekarangan dan untuk bangunan lain yang mencapai 35,03 % dan tegal/ladang/kebun yang mencapai 53,03 %. Luas lahan untuk padang rumput maupun lahan yang tidak diusahan relatif kecil yaitu masing-masing sebesar 4,61 % dan 3,43 %.

Wilayah Kabupaten Kupang sendiri sebagian besar besar dihuni oleh Suku Dawan (atau disebut pula Suku Atoni), yang menempati sebagian besar wilayah di Pulau Timor Bagian Barat. Selain Suku Dawan, terdapat pula Suku Helong yang menempati wilayah-wilayah yang berbatasan dengan bagian Barat Daya Kota Kupang. Selain kedua suku tersebut, di Kabupaten Kupang terdapat suku Sabu di Pulau Sabu dan beberapa suku kecil di Pulau Rote dan Ndao yang memiliki bahasa dan budaya yang saling berbeda pula. Di Pulau Rote dan Ndao terdapat 18 suku atau kerajaan kecil (Nusak menurut istilah setempat) yang memiliki budaya dan bahasa yang berbeda satu dengan lainnya..

Sebagian besar suku di Kabupaten Kupang ini (bahkan juga di Propinsi Nusa Tenggara) umumnya menganut genealogis teritorial. Mereka percaya bahwa seluruh warga suku sebenarnya merupakan satu asal keturunan, yang memiliki budaya, bahasa dan wilayah adat tertentu.

4. Modal sosial

Pengelolaan wilayah adat ini menjadi wewenang para pemuka adatnya, mulai dari Sonbay (gelar raja untuk Suku Dawan), fetor (setara dengan bupati saat ini) hingga temukung (setara dengan kepala desa). Hubungan antara sonbay dengan para fetor dan temukung-nya sebenarnya relatif longgar (semacam kerajaan paguyuban). Tiap fetor dan temukung dapat dikatakan memiliki kewenangan semi-otonom dalam mengelola lahan adatnya. Dengan demikian, lahan-lahan adat yang ada di Kabupaten Kupang sebenarnya dikuasai oleh para fetor dan temukung. Para fetor dan temukung inilah yang mengatur pemanfaatan lahan adat bagi warga adatnya. Tanah suku yang tidak digarap oleh raja dan fetor dibagikan kepada warga sukunya untuk dijadikan lahan garapan dengan hak pakai (bukan hak milik). Hak pakai inilah yang selanjutnya diwarisi dari orangtua ke anaknya. Jadi secara budaya sebenarnya di Kabupaten Kupang tidak ada kepemilikan lahan secara pribadi. Setiap warga adat berhak menggarap lahan milik sukunya asalnya meminta ijin terlebih dahulu kepada para pemuka adatnya (temukung atau fetor).

PENGEMBANGAN EKONOMI RAKYAT DI ERA OTONOMI DAERAH

Krisis moneter yang mengguncang iklim usaha (ekonomi) nasional beberapa tahun terakhir semakin menyadarkan banyak pihak akan pentingnya pemberdayaan ekonomi rakyat. Sebuah paradigma pembangunan yang tidak memutlakkan dasar pertumbuhan pada peran penguasa-penguasa ekonomi, melainkan pada semua pihak terutama pada peran ekonomi rakyat.

Keputusan politik pemberlakuan Otonomi Daerah yang dimulai sejak tanggal 1 Januari 2001, telah membawa implikasi yang luas dan serius. Otonomi Daerah merupakan fenomena politis yang menjadikan penyelenggaraan Pemerintahan yang sentralistik birokratis ke arah desentralistik partisipatoris. Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah telah melahirkan paradigma baru dalam pelaksanaan otonomi daerah, yang meletakkan otonomi penuh, luas dan bertanggung jawab pada Daerah Kabupaten dan Kota. Perubahan ini dimaksudkan untuk meningkatkan efektivitas pelayanan masyarakat, menumbuhkan semangat demokratisasi dan pelaksanaan pembangunan daerah secara berkelanjutan, dan lebih jauh diharapkan akan menjamin tercapainya keseimbangan kewenangan dan tanggung jawab antara pusat dan daerah.

Lahirnya kedua UU ini juga akan memberikan implikasi positif bagi dinamika aspirasi masyarakat setempat. Kebijakan daerah tidak lagi bersifat “given” dan “uniform” (selalu menerima dan seragam) dari Pemerintah Pusat, namun justru Pemerintah Daerah yang mesti mengambil inisiatif dalam merumuskan kebijakan daerah yang sesuai dengan aspirasi, potensi dan sosio-kultural masyarakat setempat. UU ini juga membuka jalan bagi terselenggaranya pemerintahan yang baik (good governance) di satu pihak dan pemberdayaan ekonomi rakyat di pihak lain. Karena dengan otonomi, Pemerintahan Kabupaten/Kota memiliki kewenangan yang memadai untuk mengembangkan program-program pembangunan berbasis masyarakat (ekonomi rakyat). Jika selama ini program-program pemberdayaan ekonomi rakyat (IDT, misalnya) didisain dari pusat, tanpa daerah memiliki kewenangan untuk “berkreasi”, sekaranglah saatnya pemerintah daerah kabupaten/kota menunjukkan kemampuannya. Tantangan, bahwa daerah mampu mendisain dan melaksanakan program yang sesuai dengan kondisi lokal patut disikapi dengan kepercayaan diri dan tanggung jawab penuh.

Pertanyaannya, apa yang mesti dilakukan oleh pemerintah daerah dalam memberdayakan ekonomi rakyat di era otonomi daerah ?

Jika disepakati bahwa konsep pemberdayaan didasarkan pada nilai-nilai tertentu yang memihak pada subyek yaitu masyarakat akar rumput, wong cilik, komunitas paling kecil atau masyarakat yang terorganisasi secara teritorial, maka pemberdayaan (ekonomi rakyat) tidak bisa hanya dikonsepkan dari atas (sentralistis). Pemberdayaan menekankan adanya otonomi komunitas dalam pengambilan keputusan, kemandirian dan keswadayaan lokal, demokrasi dan belajar dari pengalaman sejarah. Esensinya ada pada partisipasi masyarakat dalam setiap tahapan perubahan masyarakatnya. Partisipasi mampu terwujud jika terdapat pranata sosial di tingkat komunitas yang mampu menampung aspirasi masyarakat dalam pembangunan. Tanpa adanya pranata sosial dan politik di tingkat komunitas, kelurahan, kecamatan dan kabupaten yang mampu memberikan rakyat akses ke pengambilan keputusan, yang akan diuntungkan hanyalah kalangan bisnis dan kalangan menengah pedesaan serta perkotaan. Kebijakan top down yang didisain untuk menolong rakyat tidak bisa dikatakan mempromosikan perekonomian rakyat karena tidak ada jaminan bahwa rakyatlah yang akan menikmati keuntungannya. Untuk mewujudkan ekonomi rakyat berdaya, yang pertama-tama harus dilakukan adalah memfasilitasi terbentuknya pranata sosial yang memungkinkan rakyat ikut serta dalam pengambilan keputusan di tingkat kelurahan, kecamatan, dan kabupaten. Apabila ada pranata sosial yang memungkinkan rakyat untuk merumuskan kebutuhan pembangunan mereka dan memetakan potensi serta hambatan yang mereka hadapi dalam rangka memenuhi kebutuhan pembangunan mereka, pemerataan kesempatan berusaha akan dengan sendirinya mulai tercipta.

Yang menjadi masalah, struktur kelembagaan politik dari tingkat kabupaten sampai ke tingkat komunitas yang diciptakan oleh Orde Baru adalah lebih merupakan alat kontrol birokrasi terhadap masyarakat. Tidak mungkin ekonomi kerakyatan diwujudkan tanpa restrukturisasi kelembagaan politik di tingkat kelurahan dan kecamatan. Dengan demikian persoalan pengembangan ekonomi rakyat juga tidak terlepas dari kelembagaan politik di tingkat kelurahan dan kecamatan. Untuk itu mesti tercipta iklim politik yang kondusif bagi pengembangan ekonomi rakyat. Di tingkat desa dan kecamatan bisa dimulai dengan pendemokratisasian pranata sosial dan politik, agar institusi seperti LKMD (di tingkat kelurahan) dan UDKP (di tingkat kecamatan), benar-benar mewakili kepentingan rakyat. Kalau tidak, perlu difasilitasi pembentukan lembaga baru yang inklusif dan partisipatoris di tingkat kelurahan dan kecamatan untuk menjadi patner dan penekan birokrasi desa dan kecamatan agar memenuhi kebutuhan pembangunan rakyat.

Tanpa adanya restrukturisasi kelembagaan di tingkat kelurahan dan kecamatan, maka pemberdayaan ekonomi rakyat sulit terwujud. Contohnya saja, ketika kelembagaan politik yang ada diserahi untuk mengambil keputusan mengenai implementasi program JPS, banyak sekali jatah bantuan yang tidak mencapai target rakyat miskin. Masalahnya karena memang akses informasi dan kedekatan pada kekuasaan politik di desa justru membuat kalangan kelas menengahnya yang menikmati bantuan.

Bagaimana mewujudkan hal tersebut di era perubahan ini ? Jika boleh disebut sebagai masa transisi dari era sentralistis ke era otonomi, yang terjadi adalah “kegelisahan” sebagai akibat belum dipahaminya konsep otonomi secara utuh.

Hasil kunjungan di Kota Yogyakarta dalam rangka kajian kebijakan tentang penanggulangan kemiskinan mendapati suatu kelompok masyarakat yang tergabung dalam BKM yang setidaknya dalam 2 tahun terakhir sukses mengelola dana lewat proyek P2KP. Kunci sukses kelompok ini ada pada pengelolaanya yang mandiri terlepas dari unsur pemerintahan, selain peran pengelola (pengurus) sangat penting. Sukses dalam arti bagaimana kelembagaan ini mampu menjangkau masyarakat miskin sesuai kriteria yang mereka tetapkan, di sisi lain dana yang dikelola mampu berkembang.

Era otonomi juga telah membawa sejumlah “perubahan” mendasar di aras desa dan kelurahan, khususnya dalam menyikapi program. Perubahan itu terlihat dari tata hubungan antara elite desa (Kades, Lurah, LKMD, LMD, BPD, dsb) dengan unsur-unsur masyarakat. Kasus suatu BKM di Kelurahan Klitren, Kecamatan Gondokusuman, Kota Yogyakarta merupakan salah satu contoh.

Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) Bina Klitren Mandiri, dibentuk pada tanggal 12 Januari 2002 bertempat di Kantor Kelurahan Klitren. Pembentukan BKM ini terkait dengan program pemerintah yang berjudul Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan, disingkat P2KP. BKM dibentuk melalui suatu pertemuan yang dihadiri oleh Lurah Klitren, LKMD beserta pengurus, Ketua-ketua RW, dan wakil-wakil warga (tokoh). Melalui pertemuan tersebut akhirnya terpilih 9 orang sebagai pengurus BKM. Dalam perjalanannya 4 orang kemudian mengundurkan diri karena kesibukan masing-masing yang kemudian digantikan oleh 3 orang, sehingga sampai sekarang pengurus BKM berjumlah 8 orang. Yang menarik untuk disimak adalah pengelolaan BKM ini mandiri terlepas dari unsur-unsur pemerintahan kelurahan. Bahkan dalam struktur organisasinya tergambarkan bahwa kedudukan Lurah, LKMD, dan Ketua BKM adalah sejajar. Namun dalam kerjanya nampak saling mendukung. Misalnya dalam hal pinjaman kepada anggota kelompok, BKM secara rutin memberikan laporan tertulis tentang posisi pinjaman anggota, siapa-siapa saja yang masih menunggak, serta siapa saja yang pinjamannya lancar. Laporan ini telah dimanfaatkan oleh pihak kelurahan dalam melayani kebutuhan penduduk. Seorang penduduk yang minta pelayanan KTP, tetapi ternyata dari laporan BKM memiliki tunggakan pinjaman, bisa ditegur dan diminta melunasi tunggakannya. Ini menarik mengingat BKM adalah unsur masyarakat, sedangkan kelurahan adalah unsur pemerintah, hal yang sama biasa terjadi untuk “memaksa” orang membayar PBB.

Apa kesimpulan dari sepenggal kasus ini ? Jelas bahwa ekonomi rakyat memerlukan perhatian, dukungan, dan kepercayaan dari pemerintah agar mampu berkembang sesuai dengan potensi yang dimiliki. Mungkin tidak selalu “uang” yang diperlukan, dan kalaupun harus dalam bentuk “uang” kebutuhan mereka jelas berbeda-beda. Hal ini yang penting mendapatkan perhatian. Untuk mengetahui kebutuhan yang berbeda dan beraneka ragam tersebut, mereka mutlak dilibatkan dalam setiap proses pengambilan keputusan. Selain menjamin kesesuaian “program” dengan “kebutuhan”, pelibatan masyarakat juga merupakan wujud dari pemberdayaan. Mereka diberi peluang, diberi akses untuk mampu memilih dan mengambil keputusan untuk dirinya sendiri. Secara formal pemerintah pusat telah memberi peluang melalui otonomi (UU 22/1999), tinggal bagaimana pemerintah daerah mewujudkan hal ini. Semoga.

Selasa, 18 Oktober 2011

DEFENISI ETIKA

C Hill :Prinsip-prinsip yang dipahami mengenai benar atau salah dimana prinsip tsb mengatur tata cara seseorang/ anggota suatu profesi/ tindakan suatu organisasi

Contoh: etika dokter

etika konsultan bisnis keluarga

etika datang kekantor orang lain

Griffin dan Pustay:Suatu pendapat/hal yang dipercaya sesorang tentang benar tidaknya suatu perilaku atau tindakan

Perilaku etis adalah perilaku yang sesuai dengan norma sosialyang diterima pada umumnya (di suatu tempat tertentu)

Prinsip prinsip dalam suatu perusahaan yang mengatur tata cara ,tindakan baik atau buruk seluruh anggota organisasi bisnis tsb.

Penentu perilaku etis

1.Etika pribadi : dari orang tua,sekolah,lingkungan,agama,media.

2.Budaya organisasi: nilai dan norma yang berlaku dan dijalankan karyawan suatu organisasi.

Target kinerja yang tidak sesuai dengan realitas.Contoh target dari parent company ke subsidiary seperti pengiriman pada saat hari raya.(biasanya terkendala.

Berbagai isu etika :

1. Penerapan Peraturan tenaga kerja:besaran gaji,lama bekerja per hari, jaminan kesehatan dan keselamatan kerja contoh terjadi di Nike,I Pod

  1. Hak azazi :bebas berserikat,mengeluarkan pendapat,berpindah,bebas dari tekanan politik.

Contoh Afsel sebelum tahun 1994

3. Lingkungan: tingkat emisi,pembuangan limbah,kerusakan lingkungan sekitar tempat usaha.

  1. Korupsi (speed money/grease money)

untuk mencegah korupsi di berbagai negara,anggota OECD (Organization for Economic Cooperation and Development) 1999 memberlakukan Convention on Combating Bribery for Foreign Public Officials in International Business Transactions.:menyogok pegawai negeri merupakan tindakan kriminal.

a. Kewajiban moral MNC menjaga hubungan dengan pemerintah/membela masyarakat setempat.?

Etika dalam Budaya dalam kontex internasional :

A.Bagaimana suatu organisasi memperlakukan karyawannya:

- perlakuan sama,kesempatan sama: dlm penerimaan,promosi

- penggajian sama sesuai standar

B.Bagaimana karyawan bersikap terhadap organisasi

- Konflik kepentingan

- Menjaga kerahasiaan

- Kejujuran

C.Bagaimana karyawan dan perusahaan memperlakukan stakeholders/other economic agents : pelanggan,pesaing,pemegang saham,pemasok,dealer,serikat pekerja

-cara pemasaran dan promosi

-keterbukaan pelaporan keuangan

-pemesanan dan pembelian

-pengiriman

- tawar menawar dan negosiasi

1. Budaya organisasi yang menempatkan keutamaan nilai dan etika.(perlu menyusun kode etik perusahaan)

  1. Memastikan pimpinan yang beretika dan konsisten
  2. Proses pengambilan keputusan yang mempertimbangkan dimensi etika thd stakeholders.
  3. Membangun keberanian moral: berani menolak bila tidak etis

Menjaga perilaku etis lintas batas :

a. Adanya petunjuk tertulis dan seperangkat kode etik (misal Toyota,Siemens,Johnson and Johnson,Nissan Daewoo,Hewlett Packard)

  1. Pelatihan etika (misal jika akan pindah tugas lain daerah/ ke negara lain)
  2. Praktek keseharian dalam organisasi dan budaya perusahaan

Tanggung Jawab Sosial :

Kewajiban-kewajiban yang perlu ditindaklanjuti dalam melindungi dan memberdayakan masyarakat .

1.Pada pelanggan,karyawan,investor

2.Lingkungan :menggunakan bahan yang bisa didaur ulang,limbah harus diminimalkan dampaknya

3. Kesejahteraan sosial pada umumnya

membantu sekolah, museum,klub olahraga,menyediakan sumber air bersih

Menjaga Kepatutan (Kepatuhan) :

· Hukum: mengikuti peraturan regional,nasional dan internasional

· Etika : code of conduct dipauthi karyawan dan perusahaan

· Pemberian philanthropic (menyumbang/hibah untuk sosial)

contoh Merck menyumbang Mectizon di 33 negara menolong menghindari kebutaan akibat gigitan serangga di sekitar sungai

Pendekatan Filosofif Etika :

1. Straw men .sebutan ini dikemukakan oleh para akademisi etika bisnis untuk memperlihatkan kerangka pengambilan keputusan yang ‘kurang pantas’

2. Friedman :doctrine satu2nya kewajiban sosial suatu bisnis adalah meningkatkan keuntungan,asalkan bisnis bertindak sesuai peraturan/hukum yang berlaku

3. Cultural relativism :seseorang harus menyesuaikan/menerapkan etika budaya dimana ia menjalankan bisnisnya.

4. Rights theories :manusia memiliki hak dasar dan kemudahan(privileges) yang melampaui batas dan budaya antar bangsa.(perlu membangun standar etika minimum)

5. Justice theories: Pencapaian distribusi barang dan jasa yang adil .Ketidakadilan masih diperbolehkan apabila menguntungkan semua pihak.